Menggunakan Kartu Kredit Secara Bijak



Layanan perbankan untuk saat ini sudah jauh memasuki pada tahap penggunaan teknologi informasi yang bisa dibilang canggih. Kita perhatikan bagaimana masing-masing bank mulai merebut pangsa pasar dengan semakin meningkatkan keunggulan teknologi yang mereka miliki dengan menawarkan produk-produk yang berteknologi tinggi, salah satunya produk credit card (kartu kredit). 

Hampir sebagian lembaga perbankan menawarkan produk kartu kredit dengan segala kemudahannya dan iming-iming yang menggiurkan. Seperti misal suku bunga yang rendah, bebas biaya administrasi selama satu tahun, juga iming-iming hadiah yang menarik. 

Ternyata “ bola liar “ yang ditawarkan lembaga perbankan mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Tercatat pada tahun 2007 total transaksi masyarakat kita yang menggunakan kartu kredit baik untuk penarikan secara tunai maupun untuk belanja senilai Rp 72,77 triliun. 

Jumlah ini mengalami kenaikna 27 % jika dibandingkan dengan transaksi pada tahun 2006 yang senilai Rp 57,33 triliun ( KONTAN, 13/02/08 ).Besarnya animo masyarakat terhadap credit card ini tentunya cukup menggembirakan. 

Karena dengan menggunakan kartu kredit ini masyarakat kita akan mendapatkan kemudahan-kemudahan ketika melakukan transaksi seperti di tempat-tempat perbelanjaan, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya. Dilihat dari fungsi dan kegunaannya memang kartu kredit memberikan kemudahan bagi mereka yang ingin melakukan transaksi pembayaran dengan cepat dan tidak membuang-buang waktu.

Namun dibalik kemudahan dari kartu kredit ini masih ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa kartu kredit akan membuat kita berperilaku konsumtif dan sulit untuk mengontrol pengeluaran. 

Benarkah anggapan jika kartu kredit bisa membuat kita boros ? Apakah tujuan pertama kali kartu kredit muncul untuk mengajak masyarakat agar berperilaku boros ? Cukup menarik untuk mengkaji argumen ini. Dan tentunya sah-sah saja jika masih ada anggapan seperti ini.

Membangun Sikap Diri

Pada awal penciptaaan kartu kredit ini tentunya bukan bertujuan untuk mengajak masyarakat berlaku boros, tetapi untuk memberikan kemudahan dan kecepatan dalam bertransaksi. Coba kita bayangkan bila ketika kita harus membayar barang yang nominalnya cukup besar, betapa riskannya membawa uang tunai dalam jumlah besar. 

Disinilah kartu kredit berperan yaitu menjadi pengganti uang tunai sehingga masyarakat tinggal menggesek di mesin dan hanya dalam hitungan detik barang yang kita beli sudah lunas terbayar.

Bagaimana dengan argumen bahwa kartu kredit bisa membuat masyarakat makin boros ? Bukan rahasia lagi bahwa masyarakat Indonesia terkenal jago berbelanja barang-barang. Bahkan masyarakat kita telah menghabiskan hampir  9 triliun rupiah untuk shopping di Singapura. 

Namun demikian apakah semua karena semakin mudahnya fasilitas perbankan seperti kartu kredit ? Memang semakin canggihnya teknologi bisa membuat orang lupa daratan, tetapi kembali pada boros tidaknya seseorang dalam menggunakan kartu kredit tergantung dari sikap dan watak masing-masing orang. 

Harus diakui bahwa masyarakat kita masih belum banyak yang tahu bagaimana menggunakan kartu kredit dengan benar.

Kartu kredit bukan “ dewa “ penolong di saat kita tidak punya uang. Tidak bisa dipungkiri ketika persediaan uang tunai habis apalagi tanggal-tanggal tua, kartu kredit seperti menjadi tumpuan “ harapan “ untuk menyambung hidup. 

Tanpa pikir panjang dan pertimbangan yang masak dana yang masih tersedia digunakan secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan tidak segan-segan pula melakukan penarikan secara tunai dari kartu kredit. 

Padahal jika melakukan penarikan secara tunai dengan credit card  melalui mesin ATM akan terkena charge dan bunga yang cukup tinggi. Sikap aji mumpung ini semakin mendekatkan masyarakat kita pada pemborosan dan juga menghilangkan fungsi kartu kredit yang awalnya untuk memberikan kemudahan dalam bertransaksi berubah fungsi menjadi memberikan rasa kemaruk bagi penggunanya.

Maka tidak ada salahnya jika dalam menggunakan kartu kredit ini harus benar-benar bisa menempatkan diri dalam bertindak. Beberapa hal yang mungkin dapat menjadi pegangan dalam mengunakan kartu kredit. 

Pertama, melakukan kontrol diri. 

Sikap kontrol diri ini penting untuk membatasi keinginan kita yang sering tidak terkontrol. Apalagi ada anggapan “ tinggal gesek kartu “ semua urusan beres, tetapi tidak memikirkan kewajiban yang harus diselesaikan. Kita harus berani mengatakan    “ tidak “ ketika kita mempunyai keinginan terhadap sesuatu barang yang tidak kita perlukan. 

Kedua, menyelesaikan kewajiban tepat waktu

Jika kita berani menggunakan kartu kredit tentunya berani pula memenuhi kewajiban atau tagihan-tagihan yang menjadi beban kita karena kita telah melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit. Janganlah kita menunda untuk membayar angsuran karena semakin besar tuggakan kita semakin banyak biaya-biaya yang harus dikeluarkan, seperti bunga dan biaya adminstrasi.    

Ketiga, melihat kemampuan keuangan

Besar pasak daripada tiang bukan halangan bagi masyarakat untuk memiliki kartu kredit. Yang penting mereka dapat menggunakan kartu kreditnya ketika berbelanja. dan tidak memikirkan kondisi keuangan yang sebenarnya.

Kadangkala rasa gengsi dan terkesan wah akan mengalahkan segalanya sehingga di saat harus membayar angsuran pontang-panting mencari pinjaman alias gali lubang tutup lubang.

Jika demikian bukan kartu kredit yang membuat seseorang berlaku boros tetapi karena sulitnya seseorang untuk mengendalikan keinginan dan juga munculnya perasaan sok modern atau takut mendapat cap gaptek ( gagap teknologi ), perasaan gengsi atau juga untuk menjaga prestige. 

Sebenarnya jika masyarakat bisa membawa diri dalam menggunakan kartu kredit, dapat terhindar dari perilaku konsumtif atau boros sehingga kartu kredit dapat benar-benar berfungsi sebagai alat pembayaran yang mudah, cepat, tepat dan aman. 

Bukan lagi menjadi kambing hitam yang memicu perilaku konsumtif dalam kehidupan masyarakat.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel