Modus Penipuan Baru 2024 Mengintai Anak Kecil, Rekening Ortu Ludes
Pengembangan teknologi canggih selalu berbanding lurus dengan ancaman dampaknya bagi keamanan. Apalagi, saat ini anak kecil saja sudah melek teknologi.
Kecerdasan buatan (AI) yang digadang-gadang akan mempermudah kehidupan manusia di mada depan diramal akan turut membawa risiko keamanan. Bahkan, sasarannya adalah anak kecil dan remaja.
Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk terus mengetahui informasi tentang ancaman siber terbaru yang menargetkan anak-anak agar mereka dapat lebih terlindungi.
Para ahli di perusahaan keamanan siber Kaspersky, mengeksplorasi beberapa tren kejahatan siber yang harus diwaspadai orang tua di 2024.
Waspada Aplikasi AI
Menurut penelitian PBB, sekitar 80 persen anak muda mengaku berinteraksi dengan AI beberapa kali sehari. Dengan berkembangnya AI, banyak aplikasi yang kurang dikenal bermunculan dengan fitur yang terlihat tidak berbahaya, seperti mengedit dan memodifikasi foto.
Baru-baru ini yang viral misalnya mengubah foto menjadi poster Disney Pixar. Atau, mengubah foto menjadi anime.
Namun, ketika anak-anak mengunggah gambar mereka ke aplikasi semacam itu, mereka tidak tahu di mana foto-foto mereka akan disimpan dan bagaimana tanggung jawab penggunaan atas foto-foto tersebut.
Selain itu, aplikasi AI, khususnya chatbot, dapat dengan mudah menyediakan konten yang tidak memperhatikan usia. Misalnya, ada banyak chatbot AI yang dirancang khusus untuk memberikan pengalaman "erotis".
Meskipun beberapa anak memerlukan verifikasi usia, hal ini berbahaya karena beberapa anak mungkin memilih untuk berbohong tentang usia mereka dan pencegahan terhadap kasus-kasus tersebut tidak cukup.
Hacker Sasar Gamer Muda
Menurut statistik online terbaru, 91 persen anak usia 3-15 tahun bermain game di perangkat apa pun. Untuk beberapa game, obrolan suara dan teks yang tidak dimoderasi merupakan bagian besar dari pengalaman tersebut.
Dengan semakin banyaknya generasi muda yang mengakses internet, para penjahat siber dapat membangun kepercayaan dengan cara sama seperti yang mereka lakukan secara langsung.
Pertama, penjahat siber mendapatkan kepercayaan dari gamer muda dengan memikat mereka lewat hadiah atau janji. Begitu mendapatkan kepercayaan, mereka mendapatkan informasi pribadi para gamer muda melalui ajakan untuk mengeklik tautan phishing, dan mengunduh file berbahaya yang menyamar sebagai mod permainan untuk Minecraft atau Fortnite, atau bahkan melakukan grooming.
Ancaman Baru di Dunia Fintech
Saat ini sudah banyak bank yang menyediakan produk dan layanan khusus anak-anak, termasuk kartu perbankan yang dirancang untuk mereka berusia 12 tahun. Namun, dengan diperkenalkannya
kartu perbankan untuk anak-anak, mereka juga menjadi rentan terhadap pelaku ancaman yang bermotif finansial dan rentan terhadap serangan penipuan konvensional, seperti janji PlayStation 5 gratis atau aset berharga lainnya setelah memasukkan detail kartu di situs phishing.
Dengan menggunakan teknik rekayasa sosial, penjahat siber dapat mengeksploitasi kepercayaan anak- anak dengan menyamar sebagai teman sebaya dan meminta pembagian rincian kartu atau transfer uang ke rekening mereka.
Ancaman dari Perangkat Smart Home
Meskipun meningkatnya jumlah kasus ancaman terhadap perangkat rumah pintar atau smart home, penanganan yang dapat mencegah potensi eksploitasi kerentanan tersebut masih kurang.
Hal ini membuka peluang bagi anak-anak dapat menjadi alat bagi penjahat dunia maya dalam melakukan serangan. Misalnya, jika perangkat pintar menjadi alat pengawasan dan seorang anak sendirian di rumah, penjahat maya dapat menghubungi mereka melalui perangkat tersebut dan meminta informasi sensitif seperti nama, alamat, dan waktu, ketika orang tuanya tidak ada di rumah, bahkan nomor kartu kredit orang tuanya.
Dalam skenario seperti ini, selain peretasan perangkat, terdapat juga risiko kehilangan data finansial atau bahkan serangan fisik.
Anak-anak Menuntut Ruang Online Mereka Dihormati
Seiring bertambahnya usia, anak-anak makin sadar tentang pemahaman tentang ruang pribadi, privasi, dan data sensitif, baik offline maupun online.
Akibatnya, ketika orang tua dengan tegas mengomunikasikan niatnya untuk menginstal aplikasi digital parenting di perangkatnya, tidak semua anak akan menerima hal tersebut dengan terbuka.
Inilah sebabnya mengapa orang tua kini memerlukan keterampilan untuk mendiskusikan pengalaman online anak-anak mereka dan pentingnya memberikan aplikasi digital untuk keamanan online sambil tetap menghormati ruang pribadi. Hal ini melibatkan penetapan batasan dan ekspektasi yang jelas serta mendiskusikan alasan penggunaan aplikasi dengan anak di situasi apa pun.
Keinginan Download Aplikasi yang Tidak Tersedia
Jika suatu aplikasi tidak tersedia di negara tempat tinggal, para pengguna muda akan mencari alternatif yang sering kali merupakan salinan aplikasi berbahaya. Bahkan jika mereka beralih ke toko aplikasi resmi seperti Google Play, mereka tetap berisiko menjadi mangsa penjahat dunia maya.
Dari tahun 2020 hingga 2022, peneliti Kaspersky telah menemukan lebih dari 190 aplikasi yang terinfeksi Harly Trojan di Google Play yang mendaftarkan pengguna ke layanan berbayar tanpa sepengetahuan. Perkiraan konservatif mengenai jumlah pengunduhan aplikasi-aplikasi ini adalah 4,8 juta, namun jumlah korban sebenarnya mungkin lebih tinggi lagi.
"Sangat penting untuk mengajarkan anak-anak dasar-dasar keamanan siber sejak usia dini bagaimana agar tidak jatuh ke dalam perangkap penjahat dunia maya, ancaman siber apa saja yang dapat terjadi saat bermain game, dan cara melindungi data pribadi dengan benar," kata Andrey Sidenko, pakar keamanan dan privasi di Kaspersky.
"Semua ini kini menjadi pengetahuan yang harus dimiliki tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga bagi pengguna termuda," imbuhnya.
Sumber : CNBC Indonesia